Minggu, 21 Maret 2010

PENGUMUMAN

Melalui blog ini saya ingin mengabarkan kepada rekan-rekan kader himperab bahwa, pada tanggal 20 Maret 2010 beberapa hari yang lalu, telah dilangsungkan rapat perencanaan pembentukan panitia Musyawarah Besar Himperab Sumbar III 2010, telah terbentuk Panitia di Bawah tanggungjawab saudara Hadison. Yang Mana acara insya allah akan di selenggarakan pada :
Hari dan tanggal : Sabtu-Minggu / 24-25 April 2010
Tempat : Gedung Pertemuan Fakultas Adab Lt. II IAIN Imam Bonjol Padang
Pukul : 08.00 s/d Selesai
Acara : Silaturrahim Akbar dan Mubes III Himperab Sumbar 2010
Pemateri : H. M. Tauhid ( Wakil Ketua Komisi III DPRD Sumbar 2009-2014 )
Demikianlah informasi ini kami buat. Semoga Bisa teman-teman Maklumi.

HAIRI YANTO
SEKJEN KOM IAIN

Senin, 15 Maret 2010

Pengumuman

diberitahukan kepada seluruh kader Himperab Sumbar, di harapkan kedatangannya pada hari sabtu, 20 Maret 2010 pukul 13.30 wib di lapangan parkir IAIN Imam Bonjol dalam rangka musyawarah perencanaan pembentukan panitia Mubes III Himperab Sumbar tahun 2010. Atas kerjasama yang baik kami ucapkan terima kasih.
sekretaris


HAIRI YANTO

warga ipuh keracunan

Sekitar pukul 22.00 WIB tadi malam, para orang tua yang anaknya keracunan mulai mengantarkan anaknya ke Puskesmas Perawatan Ipuh. Itu setelah kondisi anak-anak sangat memprihatinkan dan lemas. Sehingga suasana di ruangan Puseksmas Ipuh tadi malam penuh.

Dua belas anak itu diantaranya Salman (3,5), Puja 3 tahun Gigih (4) Doni (6) Anisa (3), Irfan (5) Niko (6) sedangkan lima anak lainnya belum terdata karena masih dirawat di ruang UGD Puskesmas Ipuh.

Awalnya hanya satu pasien yang masuk rumah sakit, namun selang setiap setengah jam pasien lain pun berdatangan. Muntah-muntah diperkirakan juga hampir bersamaan. Diperkirakan jumlah korban semakin bertambah karena anak-anak yang menkonsumsi sate tidak bisa ditebak jumlahnya.

Sesampai di Puskesmas, seluruh pasien langsung ditangani oleh Dokter jaga Dr. Jhon yang mengkubah lambung korban. Korban pun diberikan susu untuk menetralisir racun. Sehingga keadaan korban mulai berangsur membaik. Namun karena cairan yang terlalu banyak keluar dari tubuh korban akhirnya harus di opname dan dirawat inap.

Salah satu orang tua korban, Rianto warga komplek Divisi IV PT DDP menuturkan sekitar sore pukul 18.00 dia dan keluarganya membeli sate padang Barokah milik Pak Hendra warga Ipuh yang biasa menjadi langganan warga sekitar. Satu keluarga makan sate ini. Namun menjelang pukul 20.00 WIB anaknya Doni muntah-muntah tiada henti sebelumnya sejak sore sudah merasakan mual. Awalnya Rianto tidak menyangka kalau anaknya muntah karena keracunan sebab ia sekeluarga makan sate tersebut. “Mulanya saya hanya menyangka anak saya masuk angin sehingga kita kasih balsem saja,” terang Rianto.

Namun ternyata muntah anaknya tidak berhenti-henti sehingga keluarga pun memtuskan untuk membawa ke Puseksmas. Sewaktu keluar rumah ternyata kejadian ini tidak hanya menimpa anaknya saja. Seluruh keluarga yang membeli sate yang anak-anaknya masih kecil juga ikut keracunan bahkan anak tetangganya yang masih berumur satu tahun juga ikut keracunan makanan ini. “Saya menyangka anak saya saja ternyata semua anak komplek yang makan sate juga ikut keracunan,” terang Rianto.

Rianto juga mengatakan saat ini penjaja sate sudah datang ke Puskesmas untuk menunjukkan bela sungkawa. Rianto mengatakan hal ini terjadi kemungkinan karena apes saja. Sebab warga komplek sudah biasa membeli sate Hendra. Namun tidak mengalami apa-apa.

“Saya tidak menyalahkannya. Kami tidak keracunan kemungkinan lambung kami yang tidak sensitif lagi terhadap racun tersebut. Dan juga setelah makan sate kami juga makan nasi. Namun anak saya Doni cuma makan sate saja dari sore. Saya tidak menuntut secara hukum karena bagi saya hanya apes saja,” terang Rianto.(del)

sumber : rakyatbengkulu.com

Sabtu, 13 Maret 2010

PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM MEMBANGUN KEHIDUPAN SOSIAL


PERAN PERGURUAN TINGGI
DALAM MEMBANGUN KEHIDUPAN SOSIAL

Perguruan tinggi merupakan back bone (tulang punggung) dalam pembangunan kehidupan sosial masyarakat atau lazim disebut sebagai wadah dalam menciptakan intelektual-intelektual yang handal yang siap diterjunkan di tengah-tengah masyarakat. Jika kita perhatikan secara seksama hubungan perguruan tinggi dengan pembangunan nasional adalah tingkat perkembangan suatu Negara sebagian besar ditentukan oleh tingkat pendidikan tingginya, sedangkan standar pendidikan tinggi sebagian besar tergantung kepada prestasi perguruan tinggi tersebut dalam menghasilkan para lulusan yang berkualitas, sehingga siap diterjunkan di tengah-tengah masyarakat untuk menghadapi persaingan dunia kerja pada era globalisasi.
Selanjutnya, salah satu indikator dalam menilai maju mundurnya sebuah perguruan tinggi terletak seberapa lengkap sarana penunjang yang dimiliki oleh sebuah perguruan tinggi dalam memenuhi kebutuhan informasi dan proses pembelajaran bagi para penggunanya, dan yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana keahlian atau kemampuan pengguna dalam melakukan penelusuran dan pemanfaatan sumber-sumber informasi dan pembelajaran yang ada di dalamnya. Oleh sebab itu kehadiran sebuah perguruan tinggi yang diiringi dengan sistem manajemen yang terstruktur sangat urgen sekali dalam usaha membangun kehidupan sosial yang demokratis untuk mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan yang semakin modern.
Namun yang penulis temui di tengah-tengah masyarakat idealnya tidak demikian, tingginya peminat para pelajar untuk bisa memasuki sebuah perguruan tinggi, tidak diimbangi dengan sarana penunjang yang lebih komplit, sehingga tidak bisa dielakkan lulusan dari sebuah perguruan tinggi tidak memiliki kualitas intelektual yang handal dan selalu di posisikan pada urutan paling bawah. Artinya para sarjanawan sarjanawati lulusan sebuah perguruan tinggi tersebut belum bisa memberikan kontribusi apa-apa demi terciptanya pembangunan kehidupan sosial. Akhirnya yang terjadi adalah perguruan tinggi bukannya berperan serta dalam melahirkan intelektual-intelektal yang handal yang diharapkan mampu melakukan pembangunan kehidupan sosial, akan tetapi melahirkan pengangguran intelektual yang akan menambah deratan-deretan panjang sebagai penghambat terciptanya pembangunan kehidupan sosial. Yang seharusnya hal semacam itu tidak perlu terjadi, mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknoligi yang semakin modern dan didukung dengan menjamurnya perguruan-perguruan tinggi yang memiliki sarana dan prasarana belajar yang komplit, sehigga diharapkan mampu menjawab perkembangan zaman. Tinggal bagaimana respon dari para pelajar dalam menyikapi dan mengambil sikap apa yang harus dimiliki oleh para pelajar dalam menghadapi tantangan demi tantangan tersebut. Para pelajar, “kalau boleh penulis gunakan istilah” seharusnya tidak hanya berpangku tangan dengan mengunakan sistem menunggu bola, tetapi harus jemput bola, artinya apa, jika kita telah mengetahui kelemahan dan kekurangan yang dimiliki sebuah perguruan tinggi kita tidak menjadikan hal tersebut sebagai alasan untuk tidak belajar lebih baik. Karana apa, ukuran belajar yang baik itu tidak hanya kita mengkonsumsi buku pelajaran yang diberikan dosen, tetapi masih banyak buku-buku pelajaran yang lain yang bisa dijadikan sebagai media belajar, baik itu berupa perpustakaan, internet, media cetak, media elektronik, dan masih banyak lagi yang lain yang kesemuanya itu siap menjawab semua kebutuhan para mahasiswa.
Ini terkadang justru sebaliknya, dengan mengantongi kekurangan yang dimiliki oleh sebuah perguruan tinggi membuat seorang mahasiswa merasa bangga dan tenggelam dalam ketertinggalan informasi, ia enggan dan malas mencari jalan alternative untuk menambah wawasan. Dan bahkan yang sangat sedih sekali adalah banyak dari para mahasiswa yang memakai sistem “DDP” (Datang Duduk Pulang). Setiap hari mereka lakukan hal semacam ini. Saatnya waktu belajar telah tiba mereka masuk lalu duduk mendengar dosen menerangkan barang beberapa menit, jika ada diskusi mendengarkan pemateri membacakan hasil diskusinya, lalu minta permisi dengan alasan beribu alasan lalu jika titanya paham apa yang disampaikan mereka dengan semangat menjawab paham. Karena merka ingin dosen segra mengakhiri pelajaran pada hari itu dan saat waktunya habis meraka pulang pas saat dosen mengadakan ujian mereka tidak bisa menjawab soal-soal yang diberikan kepadanya maka yang terjadi pada saat itu adalah aksi toleh kiri toleh kanan depan dan belakang untuk mendapatkan jawaban dari teman, yang ada dalam benak mereka hanya berfikir bagaimana ujian tersebut jawabannya harus mereka dapat walaupun menghalalkan segala cara. Sehingga yang mereka dapat selama mengikuti perkuliahan tidak membawa pengaruh yang berarti untuk kemajuan kehidupan sosial, hanya saja dijadikan sebagai ajang perkenalan. atau dengan istilah menghabiskan waktu muda saja.
Apakah mereka puas sampai disitu…..? tidak..! mereka malah memutar balikkan keadaan dengan mengkambing hitamkan perguruan tinggi sebagai biang kerok kegagalan atas dirinya dengan menyebut-nyebut perguguan tinggi itu tidak berkualitaslah, tidak baguslah, prosfeknya kedepan sangat sempitlah dan lain-lain. Faktanya belum pernah ditemukan sebuah perkuruan tinggi manapun yang merugikan para mahasiswanya. Apalagi tidak menunai kewjibannya sama sekali. Hanya saja mereka kurang menyadari apa yang telah mereka perbuat selama mengikuti perkuliahan itu adalah belum maksimal jika dibandingkan dengan fasilitas yang disediakan oleh sebuah perguruan tinggi.





Oleh : Hairi yanto
Mahasiswa IAIN IB PDG
Fakultas ilmu budaya-adab
Jurusan bahasa dan sastra inggris
Semester VI

Catatan kecil masa laluku


Catatan kecil masa laluku
Tak terasa, kebersamaan selama enam tahun telah berlalu. Aku yang dulunya tak bisa membaca dan menulis, kini telah siap menyongsong masa depan, dengan tahap awal menyelesaikan pendidikan di tingkat paling dasar. Kilasan peristiwa, suka dan duka, kembali melintas di benakku, guru dan siswa-siswi lainnya. Sontak isak tangis tak lagi terbendung. Aku yang semula tidak ingin larut dalam kesedihan, kini tak terasa air mataku membasahi pipi. Acara perpisahan sekolah selalu menjadi momen bahagia, membanggakan, sekaligus menyesakkan dadaku. Berat untuk berpisah setelah bertahun-tahun menimba ilmu untuk membebaskan aku dari buta hurup, yang diberikan oleh guru dengan kasih dan bekal ilmu.
Selepas dari sekolah dasar, aku melanjutkan pendidikan ke jenjang setingkat lebih tinggi. Merupakan pendidikan lanjutan untuk tingkat pertama. Dari sinipun proses pentrasperan ilmupun terjadi. Aku yang dulu kecil kini tumbuh beranjak remaja. Selangkah demi selangkah aku mulai memahami arti dunia. Ternyata dunia aku kini tidaklah sama dengan duniaku waktu kecil. Sewaktu kecil aku selalu diajarkan oleh kedua orang tuaku untuk hidup dalam kemandirian. Apakah itu urusan pelajaran yang aku dapat dari sekolah, maupun hal-hal yang bersipat amat pribadi. Selain itu, orang tuaku selalu menanamkan sifat rasa saling tolong menolong antar sesama tanpa adanya perbedaan, apakah warna kulit, suku, ras, maupun agama. Karena kata ibuku manusia di atas dunia ini semuanya sama di mata Tuhan, hanya yang membedakan tingkat keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT. Itu pula yang membuat aku memiliki banyak teman, baik laki-laki maupun permpuan. Aku merasa sangat nyaman dan bahagia ketika aku berada di tengah-tengah mereka, apalagi aku dapat memberikan kebaikan kepada mereka. Rasa untuk saling berbagi itu aku dapat dari rasa keingintahuanku terhadap sesuatu hal yang baru. Aku tak peduli apakah itu bersifat fakta maupun bersifat abstrak. Dan karena itu aku punya motto hidup ” berilah kebaikan itu kepada orang lain, sebelum orang lain memberikan kebaikan kepada kita ”. Semuanya mengalir bak air kelautan. Tak ada pertikaian, tak ada permusuhan, dan tak ada rasa saling mendominasi. Waktu kecilku penuh dengan warna-warni yang selalu merona setiap orang yang berada di sekelilingku.
Aku sangat bersyukur pada Tuhan, karena aku dilahirkan dari seorang wanita seperti ibu. Ibuku seorang fugur wanita yang aku kagumi. Selain berhati lembut, penyayang terhadap anak-anaknya dan tidak pernah ada perselisihan dengan orang-orang di sekelilingnya. Ibuku bagaikan cahaya matahari yang selalu menyinari hidupku dengan ketulusan hati. Jasanya tak dapat digantikan dengan apapun.
Akan tetapi kehangatan itu tidak aku dapatkan lagi ketika aku naik kelas lima sekolah dasar. Pada suatu hari, ketika aku sedang sibuk mengerjakan pekerjaan rumah, ibuku pergi ke halaman untuk motong rumput yang sudah mulai tinggi. Ibu membawa sebatang sabit yang akan dipergunakan untuk memotong rumput. Kemudian ibu memulai pekerjaannya. Matahari yang menyengat memaksa ibu memakai topi lebar yang terbuat dari anyaman bambu. Jika dilihat dari kejauhan ibuku bagaikan seorang pendekar yang siap membasmi kejahatan di permukaan bumi. Dari sebelah barat melintas sebuah mobil PS yang berisi buah kelapa sawit yang diangkut dari kebun warga. Dan diiringi oleh mobil Jimi Katana dengan nomor polisi BD 1354 AD. Aku tidak tau apakah mobil itu milik warga disana atau mobil itu hanya melintas. Tapi yang jelas aku menikmati pemandangan itu dari atas rumahku.
Tidak bebarapa lama kemudian, setelah ibu memulai pekerjaannya aku mendengar teriakan meminta tolong. Ketika itu aku tengah berada di dapur untuk melanjutkan tugasku memasak di hari itu. Sontak membuat aku kaget, tapi aku belum tau arah sumber suara itu. Tak berselang lama kemudian suara itu terdengar lagi, ” tolong..tolong ” akupun bergegas menuju sumber suara. Betapa kaget setibanya aku disana, melihat keadaaan di luar bayanganku. Ternyata suara yang minta tolong tadi adalah suara ibuku. Ibu minta tolong karena ibu sakit perut yang tidak bisa berdiri. Akupun secara spontan melonjat dari dalam rumah pergi menolong ibu. Aku sempat panik karena sakit ibu semakin menjadi-jadi. Setelah ibu aku bawa kedalam rumah aku pergi mencari bantuan kepada tetangga sekitar. Kebetulan rumah yang berada disamping kanan rumahku ada pekerja tengah memperbaiki rumahnnya. Aku pergi ke sana, dan minta tolong agar bisa menolong ibuku yang sedang sakit perut. Lalu pekerja itu datang. dan kemudian aku diperintahkan untuk mengambil air putih lalu pekerja itu komat kamit membaca mantra yang aku sendiri tidak tau apa isi mantra itu. Tapi aku tidak ambil pusing dengan hal itu. Tekad ku hanya satu, yaitu ibuku sembuh dari sakitnya. Selang beberpa lama kemudian, setelah pekerja itu memberi ibuku minum air putih yang telah berisi mantra-mantranya, pekerja itu berkata, ” ibumu bukan sakit biasa, tetapi sakit karena kemasukan ”. Aku tidak tau apa maksud dari perkataan perkerja itu, dan dia sendiri tidak mau menjelaskan lebih rinci, karena aku masih kecil yang tidak boleh tau dengan hal yang begituan. ” Jadi bagaimana Pak dengan sakit ibuku, apakah ibuku akan baik-baik saja..?,” tanyaku dengan nada cemas. ”Jangan khawatir, ibumu hanya butuh orang pintar untuk membebaskan dari sakitnya.” jelas Bapak itu, yang belakangan diketahui Zulkifli nama Bapak itu. Tapi aku tetap tidak menerima begitu saja perkataan Bapak itu, akupun pergi menjemput ayah yang sedang bekerja di kebun yang jaraknya kira-kira dua kilo meter. Setibanya aku dikebun, berita itu aku sampaikan ke ayah dan secara bergegas ayahpun pulang bersamaku. Dalam perjalanan kami nyaris tidak bersuara, karena berita kesakitan ibu cukup membuat ayah sok. Hanya beberapa kali saja ayah bertanya, itupun dengan nada sedikit marah. Aku tidak tau apa yang sedang dalam pikiran ayah.
Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan, akhirnya kamipun sampai juga. Ayah dengan segera menghampiri ibu yang sedang menangis menahan rasa sakit dalam kamarnya. Kemudian ayah menghapus air mata ibu sambil sesekali miminta ibu untuk bersabar dan untuk tidak menangis. Aku hanya bisa menyaksiakan dari belakang ayah, betapa bahagianya ibu takkala ayah memperlihatkan rasa kasih sayangnya kepada ibu. Meskipun begitu rasa sakit masih saja menghantam ibu.
Keesokan harinya, ibu kami datangkan seorang dokter untuk memeriksa apa penyakit yang tengah diderita ibu. Setelah diperiksa kemudian ibu diberi obat untuk diminum, lalu dokter itupun pergi. Keesokan harinya ayah mendatangkan seorang paranormal untuk melihat penyakit ibu. Setelah beberapa ritual dilakukan oleh para normal itu, kemudian iapun pergi. Namun sakit ibu tetap saja tidak berkurang. Begitulah penyakit yang diderita ibu. Hampir 4 bulan lebih ibu menanggungnya dengan rasa sakit yang nyaris tidak pernah berkurang.
Hingga pada akhirnya, kira-kira pukul 12 malam, saat kami telah pada tidur nyenyak, tiba-tiba ayah membangunkan kami. Kamipun dengan mata yang belum terbuka secara normal, menghampiri ibu. Kemudian ibu memanggil namaku, ” Hairi, perjalan ibu telah panjang nak, rasanya ibu tidak mungkin bersama kalian lagi, rasa sakit ibu tidak mungkin bisa sembuh, ibu hanya berharab padamu nak, karena kamulah satu-satunya tulang punggung dari adik-adikmu, jagalah dia baik-baik. Jangan marahi dia, jangan sakiti dia, katakan pada mereka jika pada suatu saat nanti mereka menanyakan ibu, jika ibu telah lebih dulu dipanggil Allah. Ibu sayang kalian nak. Sayang kalian semua.” kemudian ibu memandangi ayah dan berkata, ” yah, ikhlaskan kepergian ibu, ibu tidak mau melihat ada diantara keluarga kita menangisi kepergian ibu. Jaga anak-anak baik-baik yah, ibu sayang ayah, ” dengan nada yang tersendu-sendu ayah pun menjawab, ” iya bu, ayah juga sayang ibu, ayah berjanji akan menjaga anak-anak kita, ayah telah ikhlas bu, dari pada ibu menderita seperti ini, ” belum sempat aku menjawab perkataan ibu, tepat pukul 12 lebih 10 menit ibu menghembuskan nafas terakhirnya. Air matakupun tak kuasa aku bendung sehingga aku menangis dalam pelukan ibu. Kini ibu telah tiada, pergi meniggalkan aku dan keluarga untuk selama-lamanya. Pergi meninggalkan kami dalam kepiluan. Dan kehangatan itu tidak pernah bisa kembali lagi. Semoga ibu akan damai selalu di alam sana.

Bersambung....................................

Oleh : Hairi Yanto
Mahasiswa Bahasa dan Sastra Inggris
Fakultas Ilmu Budaya - Adab

Kini aku tengah duduk di kelas 7 Tsanawiyah Negeri. Sebauah sekolah agama yang berada di tengah kota kecil, tapi penuh dengan keramaian. Penduduk di sana mayoritas bekerja sebagai PNS, petani, nelayan dan bahkan ada juga bekerja sebagai buruh kasar. Bagi mereka perbedaan status sosial bukanlah hal yang penting untuk diperbincangkan karena hal semacam itu hanya akan menimbulkan sebuah perpecahan yang tak berujung. Namun yang paling penting adalah bagaimana membangun kedekatan hubungan emosianal agar tercipta masyarakat yang lebih harmonis. Akupun terlibat dalam keharmonisan kehidupan mereka, meskipun aku bukanlah penduduk asli disana. Karena aku melanjutkan sekolahku bukan dikampungku sendiri, tetapi aku sekolah keluar daerah. Semula aku menolak permintaan orang tuaku untuk sekolah jauh karena aku memang sudah terbiasa mengerjakan aktivitas dengan sendiri, tapi aku belum terbiasa berpisah jauh dari ibuku. Waktu itu yang ada dalam pikiranku hanyalah kesedihan yang bakal menghalangi aku untuk bertahan disana, dan aku takut seandainya aku memaksakan diri untuk mengikuti kemauan ayah, aku bakal putus sekolah di tengah jalan. Aku tidak mau hal itu terjadi. Tapi akupun tidak kuasa menolak ketika
Tak terasa 3 tahun telah pergi meninggalkanku. Dan akupun dinyatakan lulus dari tingkat pertama. Maka akupun kembali memulai babak baru.
Berakhir dari lanjutan pertama, aku masih belum puas untuk tetap menambah pendidikanku. Karena untuk menghadapi zaman di generasiku nanti kita dituntut untuk sekolah lebih tinggi, agar kita lepas dari penindasan orang-orang pintar. Akupu melirik ke sekolah lanjutan atas. Namun kali ini aku harus berjuang sendiri. Karena untuk menyekolahkan aku ditingkat SMA orang tuaku tidak lagi memiliki biaya. Perjuanganpun aku mulai dengan hanya bermodalkan kemauan. Karena aku teringat dengan sebuah pepatah ” dimana ada kemauan di situ ada jalan ”. Dengan modal itulah aku harus jatuh bangun mencari biaya dengan bekerja di sebuah perusahaan peternakan ayam sepulang dari sekolahku. Itu terbukti dengan merosotnya nilaiku diakhir semester. Karena aku kesulitan membagi waktu antara bekerja dan belajar. Aku sempat dipanggil oleh guru bimbingan konseling. Setelah aku berikan penjelasan tentang keadaanku yang sebenarnya gurupun memahami keadaanku. Masa SMAku terbilang kurang mengasyikan dibandingkan dengan teman-teman sebayaku. Tapi itu bukan alasan bagiku untuk tidak mampu bangkit dari keterpurukan. Sampailah pada akhirnya aku mampu menembus pendidikan SMA ku dengan lulus terbaik 3. sehingga aku bisa masuk perguruan tinggi melalui jalur PMDK. Dan saat ini aku masih melanjutkan studyku disebuah Institut Agama Islam Negeri Padang. Mengambil jurusan Bahasa dan Sastra Inggris.
Dari perjalan singkat masa pendidikan itu, ada hal yang sangat berarti dalam hidupku. Dan hal ini tidak mungkin bisa terulang kembali saat sekarang. Hal yang menarik itu adalah betapa pentingnya keharmonisan dalam ranah pendidikan. natara

Rabu, 10 Maret 2010

Waktunya belum berubah

semakin bertambah hari dan usia semakin banyak pula realita kehidupan yang kita jumpai. Ada yang bagus dan ada pula yang tidak bagusnya. Kalau bagusnya yaa ketika hati ini senang, namun kalau tidak bagusnya yaa ketika hati ini tidak senang. semua orang merasakan hal itu. Bahkan setiap hari dapat kita jumpai....

Minggu, 07 Maret 2010

Penting

segala kemungkinan akan terjadi sesuatu dalam hidup tetap ada. Entah itu akan menjadi penghalang atau hanya sekedar untuk mengingat kan kembali, bahwa semua yang telah direncanakan itu perlu ada perbaikan, jika tidak maka kita akan mengalami kegagalan atau jusru memang perlu tentang hal itu. Semua ini terbuka peluang. DAn itu " penting ". Karena manusia yang paling sombong adalah orang yang menutup rapat atas bisikan-bisakan yang mungkin saja datang memnghampirinya....

Kamis, 04 Maret 2010

Aksi solidaritas

Sebagai kader HmI, saya cukup menyayangkan atas insiden yang terjadi di wisma HmI makasar beberapa hari lalu, jika saja pihak kepolisian tidak bertindak ekpesif terhadapa kawan-kawan HmI yang tengah memperjuangkan kebenaran di republik ini, hal tersebut tidak akan terjadi. Namun apalah daya hendak di kata. Kepolisian yang menabur api, maka kepolisian jualah yang harus memadamkannya, jangan biarkan kobaran api HmI ini semakin membesar jika kebakaran yang perlu kita hindarkan. Kawan-kawan HmI di makasar dan di republik ini dalah manusia biasa yang sama kedudukannya di mata hukum. berhak mendapatkan kenyamanan, berhak mengemukakan pendapat dan berhak pula untuk hidup damai dan rasa aman. Jika memang pihak kepolosian berhati-hati dalam memberikan perlindungan dan pengayoman kepada masyarakat, maka sudah selayaknyalah, sifat-sifat berprikemanusiaan di junjung tinggi. Karena tak ada masalah yang tidak ada jalan keluarnya, seekor ulat dikerumunan semut sekalipun masih mampu untuk di selamatkan. semgo proses demokrasi yang tengah di perjuangkan masyarakat saat ini berjalan tanpa cidra...

bukan seperti itu

setelah mengikuti perjalanan panjang dalam penyelesaian kasus century yang dapat kita saksikan secara langsung di layar kaca, sehingga para anggota DPR melahirkan rekomendasi bahwa telah terjadi penyimpangan terhadap kebijakan bail out bank century. sehingga diharapkan kepada pihak penegak hukum melakukan tindakan hukum terhadap mereka yang bertanggung jawab atas kasus tersebut. namun ada yang menarik untuk di simak adalah, pidato presiden RI pada hari kamis pukul 20.00 yang menyatakan bahwa kebijakan bail out bank century telah tepat. bahkan sby menilai bagi pengambil kebijakan tersebut perlu di beri apresiasi. Ini merupakan hal yang berbeda dengan rekomendasi DPR yang 325 anggota menyatakan terindikasi pelanggaran. bukan itu yang menjadi tontonan menarik bagi saya, melainkan bagaimana pemegang penuh kekuasaan membela 2 orang pejabat negara yang harus bertanggung jawab atas bail out bank centry oleh anggota dewan......